Silahturahmi DPP LKPASI dan DPP FSBN

Silahturahmi DPP LKPASI dan DPP FSBN

Jakarta. Silahturahmi DPP LKPASI  dengan DPP FSBN di Sekretariat DPP FSBN, Jl. Cawang Baru Raya, Jakarta Timur, pada tanggal 26 Juli 2022 yang dimulai pada pukul 13.30 WIB dan selesai hingga pukul 14.45 WIB berlangsung dengan saling memberikan dukungan akan visi yang dibawa oleh masing masing DPP.

“PRIBUMI HARUS MENJADI TUAN DI NEGERINYA SENDIRI” adalah visi FSBN yang juga di amini oleh DPP LKPASI dimana DPP LKPASI sebagai organisasi wadah perhimpunan Raja, Sultan, Dato’, Penglingsir, Ketua Suku, dan Ketua Marga, yang menjadi unsur suatu negara yakni: rakyat—wilayah—pemerintahan yang sah—dan pengakuan internasional, melihat sevisi dengan DPP FSBN. Atas dasar itulah sebabnya dilakukanlah acara kegiatan silaturrahim.

Pada acara ini LKPASI menjelaskan dengan tegas dan gamblang bahwa pertama, Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan di atas wilayah Kerajaan, Kesultanan, Dato’, Penglingsir, Ketua Suku, dan Ketua Marga yang bernama tanah hak ulayat atau tanah hak Komunal yang luasnya 2/3 dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat ini.

Kedua, Rakyat Indonesia bukan jajahan atau taklukan Pemerintah Indonesia, melainkan Rakyat yang secara ikhlas mendukung perjuangan Soekrno-Hatta untuk mendirikan negara modern bagi Pribumi Nusantara di atas wilayah Nusantara.

Ketiga, tanah hak ulayat atau tanah hak komunal, bukan hasil pampasan perang Pemerintah Indonesia, melainkan kesepakatan/dukungan kepada Soekarno-Hatta untuk menjadikan wilayah Bangsa Indonesia merdeka dari bangsa penjajah Belanda. Sebab Soekarno-Hatta tak punya wilayah untuk mendirikan negara. Namun setelah merdeka, Kerajaan, Kesultanan, Dato’, Penglingsir, Ketua Suku, Ketua Marga, disingkirkan sebagai momok negara modern berhubung dituduh mengembangkan feodalisme. Akibatnya semua Raja, Sultan, Dato’, Penglingsir, Ketua Suku, dan Ketua Marga, semuanya menjadi miskin karena wilayah, kekuasaan, dan rakyatnya sudah diambil alih oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Soekarno-Hatta.

Pertemuan yang di hadiri oleh pihak DPP FSBN dihadiri oleh masing masing Ketua Umum DPP FSBN Mayor Jenderal TNI (Purn) M. Fuad Basya Datuak Tunaro dan Ketua Dewan Pengawas DPP FSBN Dr. Habib Schechan Shahab. Kedua petinggi DPP FSBN itu didampingi oleh Sekjen DPP FSBN Dr. M.D. La Ode, Bendahara Umum DPP FSBN Brigjen TNI (Purn) Edy Purwanto, Ketua Dept. Sumber Daya Manusia DPP FSBN Mayor Jenderal TNI (Purn) Anas Alwi, dan Ketua Dept. Pemberdayaan Perempuan DPP FSBN Elza Fauzi Bahweres. Sedangkan dari pihak LKPASI hadir Ketua Umum DPP LKPASI YM Datu’ Juanda dan Ketua Dewan Pendiri LKPASI Prof. Dr. Juajir S. Kartanegara, SH serta didampingi beberapa Raja, Sultan, Datu’, Penglingsir, Ketua Suku, dan Ketua Marga menghasilkan sebuah gagasan dimana LKPASI akan meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan status tanah hak ulayat/tanah hak komunal kepada Raja, Sultan, Dato’, Penglingsir, Ketua Suku, dan Ketua Marga.

Untuk mencapai tujuan itu, LKPASI meminta DPP FSBN untuk memberikan dukungan dan melalui Ketua DPP FSBN Mayor Jenderal TNI (Purn) M. Fuad Basya Datuak Tunaro menyatakan bahwa FSBN akan mendukung dan membantu sepenuhnya sesuai dengan visi dan misi FSBN yang ada.

Pemerintah Sebaiknya Melakukan Pendekatan Dialogis Soal Bela Negara

Pemerintah Sebaiknya Melakukan Pendekatan Dialogis Soal Bela Negara

FSBN.OR.ID – Profesor Syarifudin Tippe, Direktur Pascasarjana Universitas Jayabaya, menyatakan semua pihak seyogyanya mengedepankan pendekatan dialogis serta melaksanakan prinsip-prinsip bela negara dalam melihat dan memahami undang-undang Omnibus law yang saat ini tengah menjadi isu nasional.

Selain menggencarkan sosialisasi, Ketua Umum Forum Silaturahmi Boemiputra Nusantara (FSBN) ini juga meminta semua pihak, baik pemerintah, DPR RI, dan buruh serta masyarakat secara luas untuk tetap merawat dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan.

“Sejatinya inti dari diciptakannya undang-undang adalah untuk melindungi masyarakat Indonesia secara menyeluruh, dalam hal ini Pemerintah dan DPR sebaikya bersikap bijak dalam menyampaikan isi Omnibus Law, dalam arti telah mempertimbangkan semua aspek yang berpengaruh secara baik dan menyeluruh,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta ini pada keterangan kepada media, Jumat (16/10).

Ia juga menegaskan konsistensi antara rumusan dengan implementasi Omnibus Law, jangan sampai nanti justru semakin memperlebar kesenjangan antara si miskin dan si kaya. Implementasinya hanya menguntungkan pihak pemodal sebagaimana disinyalir para pakar ekonomi.

Sebagai pendiri dan Rektor Pertama Universitas Pertahanan (Unhan) periode 2009-2012, ia menyoroti respons dan reaksi masyarakat dan pemerintah serta DPR dari sisi nilai-nilai bela negara yang juga merupakan turunan atau pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang harus diaplikasikan dalam kehidupan keseharian dalam berbangsa dan bernegara.

“Siapa pun kita, dalam melaksanakan tupoksi masing-masing, hendaknya berpijak kepada lima nilai atau prinsip bela negara. Nilai pertama, meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, jangan hanya retorika, tapi diaplikasikan,” jelasnya

Menurut Syarifudin, nilai kedua, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, harus menegedepankan kepentingan bangsa dan negara. Nilai ketiga, cinta Tanah Air, artinya bangga dan bersyukur sebagai warga negara NKRI serta menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

Nilai keempat, atas kecintaannya itu, setiap warga negara harus rela berkorban, bermakna menjadikan segala sesuatu sebagai panggilan Ibu Pertiwi. Nilai kelima, sebagai wujud dari rela berkorban, haruslah tanpa pamrih, artinya tulus dalam setiap pengabdian kepada bangsanya.

“Jika kelima prinsip tersebut mampu diaplikasikan, Insya Allah kemampuan awal bela negara dapat diwujudkan. Itulah pesan  moral nilai-nilai bela nagara kepada setiap waraga negara dalam menyikapi setiap kemelut, khususnya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menjadi isu nasional,” jelas Syarifudin.

Yang tak kalah pentingnya, ujar Mantan Pangdam Sriwijaya ini, adalah isu sensitif lainnya seperti pandemi virus korona juga mestinya menjadi pertimbangan utama dalam menggulirkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. “Demikian juga kebijakan-kebijakan lainnya yang diangkat sebaiknya mengarah ke sana,” ujarnya.

Prof Syarifudin Tippe menyarankan kepada masyarakat untuk tidak terpancing terhadap provokasi pihak-pihak yang memanfaatkan suatu momen untuk semakin memperkeruh suasana.

“Saya kira imbauan ini sudah jamak di banyak momen yang melibatkan massa, ada saja pihak-pihak tertentu sebagai penumpang gelap yang dengan sengaja memperuncing situasi. Untuk itu, sebaiknya mari kita patuhi  ketentuan sesuai SOP yang ada. Pengrusakan fasilitas umum misalnya, tidak ada untungnya, bahkan merugikan diri sendiri,” ujarnya.

Sumber : https://today.line.me/id/v2/article/nKJ7gM